News

Tantangan dan Peluang untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati

Kadin RFBH, Jakarta – Keanekaragaman hayati global sedang mengalami penurunan yang mengkhawatirkan. Menurut laporan terbaru dari World Wildlife Fund (WWF), populasi satwa liar global telah menurun hingga 68% dalam beberapa dekade terakhir. Krisis keanekaragaman hayati ini mengancam semua aspek kehidupan, termasuk kesehatan kita.   United Nations Environment Program (UNEP) dalam situs resminya menyampaikan hilangnya keanekaragaman hayati dapat memperluas zoonosis – penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia – sementara di sisi lain, jika kita menjaga keanekaragaman hayati tetap utuh, dapat menjadi alat yang ampuh untuk melawan pandemi seperti yang disebabkan virus korona.

 

Menanggapi situasi kritis ini, upaya konservasi melalui pendekatan produksi yang berkelanjutan dan pengurangan konsumerisme ditingkatkan. Salah satu instrumen inovatif yang diperkenalkan untuk melindungi dan meningkatkan keanekaragaman hayati adalah biodiversity credit.

 

Biodiversity credit merupakan skema pasar yang mirip dengan kredit karbon. Dalam skema ini, entitas seperti perusahaan atau pemerintah dapat membeli kredit yang mewakili tindakan konservasi spesifik, seperti perlindungan habitat atau restorasi ekosistem. Kredit ini kemudian dapat diperdagangkan di pasar, memberikan insentif finansial bagi pihak yang berkontribusi pada pelestarian keanekaragaman hayati.

 

Senior Advisor Fauna dan Flora International Joseph Hutabarat,  menguraikan konsep biodiversity credit  dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air (KKSDA) Kementerian PPN/Bappenas di Hotel Artotel Casa, Kuningan, Senin (27/05/2024) lalu. Dalam diskusi tersebut, ia menyoroti bahwa biodiversity credit tidak hanya menawarkan manfaat ekonomi, tetapi juga memastikan bahwa upaya konservasi terukur dan berdampak nyata.

 

“Biodiversity credit adalah alat baru dalam upaya konservasi yang mengintegrasikan nilai ekonomis dengan perlindungan lingkungan. Hingga Mei 2024, telah ada 15 metode yang dirilis untuk umum dari total 30 metodologi yang telah dikembangkan. Metode ini berfokus pada tiga aspek utama: spesies, ekosistem, dan habitat. Setiap metodologi bertujuan untuk menciptakan sistem kredit yang dapat diukur dan diverifikasi untuk mendukung upaya konservasi,” jelas Joseph.

Baca Juga :  Mangrove Alliance Gathering

 

Salah satu keunggulan dari Biodiversity Credit adalah fleksibilitasnya dalam mengakomodasi berbagai jenis ekosistem dan spesies. Hal ini sedikit berbeda dengan sertifikat konservasi tradisional yang hanya mempertahankan nilai lingkungan tanpa memberikan insentif ekonomi tambahan. Dengan insentif yang tepat, perusahaan dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan sambil meningkatkan citra dan nilai mereka di mata konsumen yang semakin peduli terhadap isu-isu lingkungan.

Foto: dok. RFBH

Tantangan dan Peluang Implementasi Biodiversity Credit

Meskipun menjanjikan peluang, penerapan biodiversity credit masih dihadapkan pada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Pertama, pembeli awal (early adopters) dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama yaitu entitas yang memiliki kekuatan regulasi dan perusahaan yang telah berkomitmen pada prinsip keberlanjutan. Tantangan kedua muncul dari tahap awal pengembangan pasar untuk biodiversity credit, di mana mekanisme dan perhitungannya masih kompleks dan memerlukan penyempurnaan lebih lanjut.

 

Namun, di sisi lain, dorongan pasar untuk biodiversity credit datang dari tiga sumber utama. Pertama, regulasi dan dukungan kebijakan dari pemerintah dan lembaga internasional yang mengatur kerangka kerja keanekaragaman hayati global. Kedua, dorongan datang dari sektor korporat yang semakin menginvestasikan dana dalam proyek-proyek konservasi sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Terakhir, meningkatnya kesadaran konsumen dan investor tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati memberikan tambahan dorongan bagi pasar biodiversity credit.

 

Komitmen internasional juga menjadi faktor penting dalam mendorong pengembangan biodiversity credit. Pada Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP15) pada bulan Desember 2022, 200 negara berkomitmen untuk mengalokasikan dana sebesar 200 miliar dolar untuk pengembangan dan pelestarian keanekaragaman hayati berdasarkan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (GBF).

 

Masa Depan Biodiversity Credit

Meskipun masih tergolong baru, biodiversity credit memiliki potensi besar untuk menjadi instrumen utama dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati. Namun, untuk mencapai potensi ini, perlu ada mekanisme yang lebih baik dan pasar yang jelas. Kalkulasi kredit yang kompleks memerlukan pendekatan yang terstruktur dan dukungan regulasi yang kuat.

Baca Juga :  Diskusi Multi Pihak tentang: Hambatan dan Solusi Pelaksanaan Multiusaha

 

Pesan utama yang harus diambil adalah bahwa kecepatan kehilangan keanekaragaman hayati saat ini sangat cepat, dan tindakan segera diperlukan. Biodiversity credit, dengan segala tantangan dan peluangnya, menawarkan sebuah jalan baru untuk mengintegrasikan upaya konservasi dengan insentif ekonomi yang nyata. Dengan dukungan yang tepat, kolaborasi lintas sektor dan komitmen bersama, instrumen ini dapat membantu memperlambat, bahkan membalikkan tren penurunan keanekaragaman hayati global. (*)

Share this

Related Posts