RFBH, Sumedang, Jawa Barat – KADIN Regenerative Forestry Business Hub (KADIN RFBH) bersama Mahorahora Bumi Nusantara dan Divisi Multi Usaha Kehutahan Perhutani melakukan kunjungan lapangan ke area Perhutani di BKPH Cadasngampar KPH Sumedang, Jawa Barat, pada hari Rabu (06/11/2024) silam. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkankerjasama pengelolaan usaha pemanfaatan aren di wilayah tersebut. Langkah awal kerjasama adalah mengeksplorasi potensi peningkatan usaha aren yang belum tergarap maksimal di kawasan hutan Perhutani, sekaligus untuk berbagi informasi dan berdiskusi dengan masyarakat penyadap dan pengolah gula aren di Desa Cisampih, Jatigede, Sumedang, mengenai mekanisme pemanfaatan secara berkelanjutan.
Kegiatan dimulai di Kantor Perhutani KPH Sumedang, di mana tim dari KADIN RFBH, Divisi MUK Perhutani dan Mahorahora disambut oleh Kepala KPH Sumedang Agus Mashudi, beserta jajarannya. Dalam sambutannya, Agus menyampaikan harapan besar terhadap kolaborasi ini, terutama mengingat KPH Sumedang belum memiliki program khusus terkait pohon aren. Wakil Kepala KPH Sumedang Utara, Rodiana Rahman, ditunjuk untuk mendampingi langsung kegiatan di lapangan, memastikan diskusi berjalan lancar dan mendokumentasikan hasilnya untuk bahan laporan kepada manajemen KPH Sumedang.Dari kantor KPH, tim melanjutkan perjalanan ke Kampung Ciawi, Desa Cisampih, Kecamatan Jatigede, yang menjadi lokasi utama observasi dan diskusi dengan kelompok tani aren setempat. Di lokasi ini, tim menyaksikan secara langsung proses penyadapan nira dari pohon aren hingga pengolahan air nira menjadi gula aren.
Air nira yang baru disadap segera dimasak oleh kaum perempuan di desa tersebut untuk mencegah fermentasi, yang dapat memengaruhi kualitas gula aren. Proses pemasakan dilakukan menggunakan tungku tradisional, di mana air nira dididihkan hingga mengental sebelum dicetak menggunakan cetakan yang dibuat dari daun kelapa. Setelah gula aren mengeras, produk tersebut siap dijual kepada para penampung.
Berdiskusi dengan penyadap aren di Desa Cisampih
Setelah observasi di lapangan selesai, tim duduk bersama para penyadap aren di rumah salah satu penduduk. Diskusi ini mencakup potensi aren di kawasan tersebut dan rencana tindak lanjut dari Mahorahora serta Perhutani. Pertemuan ini menjadi momen penting untuk memahami lebih dalam dinamika usaha pemanfaatan aren yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat.
“Tujuan kami ke sini adalah untuk mendapatkan gambaran nyata tentang kondisi pemanfaatan aren di wilayah ini, sehingga program yang kami rancang nantinya benar-benar bisa mendukung masyarakat tanpa mengganggu tatanan sosial yang ada,” ujar Co-Founder & CEO Mahorahora Bumi Nusantara Slamet Sudijono.
Memen, salah satu penyadap aren yang sudah bertahun-tahun menekuni pekerjaan ini, menceritakan bahwa kegiatan menyadap nira dari pohon aren telah menjadi tradisi turun-temurun di kampung tersebut. Meski tidak semua warga melakukannya, bagi mereka yang terlibat, menyadap aren adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Proses ini dilakukan dua kali sehari, pagi sekitar pukul delapan hingga sepuluh, dan sore hari antara pukul dua hingga empat. Dalam kondisi cuaca yang baik, seorang penyadap bisa mengumpulkan hingga sepuluh tabung bambu nira setiap harinya. Namun, ketika musim pancaroba tiba, hasil panen dapat menurun drastis hingga hanya tiga tabung per hari.
Setelah disadap, nira harus segera dimasak untuk menjaga kualitasnya. “Nira tidak boleh didiamkan lebih dari dua jam jika ingin menghasilkan gula aren yang bagus,” ungkap Memen. Proses memasak ini biasanya dilakukan oleh para ibu-ibu di dapur tradisional, menggunakan tungku kayu bakar.
Terkait penjualan, masyarakat Desa Cisampih telah memiliki sistem jual – beli secara kekerabatan. Hasil produksi mereka dijual kepada empat penampung lokal yang tinggal di sekitar wilayah tersebut. Penampung-penampung ini tidak hanya berperan sebagai pembeli, tetapi juga sebagai mitra yang mendukung kesejahteraan para petani. “Kadang, kalau ada yang butuh uang mendadak, mereka bisa meminjam dulu ke penampung. Pembayaran nantinya dilakukan dengan hasil gula aren yang diproduksi,” tambah Memen.
Namun, yang menarik, sebagian besar pohon aren yang dimanfaatkan masyarakat masih sebatas dari lahan pribadi, belum memanfaatkan pohon aren yang tumbuh di kawasan Perhutani. Warga belum pernah melakukan penyadapan pada lahan-lahan yang berada di bawah pengelolaan Perhutani, meskipun secara kasat mata terlihat banyak pohon aren tumbuh subur di area tersebut. Hal ini membuka peluang baru untuk pemberdayaan, sekaligus tantangan dalam mengintegrasikan sumber daya alam tersebut ke dalam program yang terencana.
Pertemuan ini memberikan wawasan berharga tidak hanya tentang potensi ekonomi dari pohon aren, tetapi juga tentang pentingnya memahami aspek sosial yang melingkupinya. Seperti yang disampaikan oleh Heryadi, Forestry Advisor KADIN RFBH, “Melalui kolaborasi seperti ini, kami berharap dapat mendorong pengelolaan yang lebih baik, sekaligus memperkuat kearifan lokal yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.”
Sementara itu Rodiana Rahman, menegaskan pentingnya menyusun langkah-langkah konkret yang dapat dilaporkan kepada manajemen KPH. “Salah satu usulan adalah melakukan inventarisasi pohon aren di kawasan Perhutani untuk mengetahui potensi yang tersedia. Hal ini menjadi dasar penting bagi kolaborasi yang lebih terencana di masa depan,” kata Rodiana.
Menyusun Langkah Kolaborasi
Kegiatan kunjungan dilanjutkan dengan makan siang sekaligus berdiskusi bersama di sekitar kawasan Masjid Al Kamil Jatigede sebelum tim kembali ke Jakarta. Wakil Kepala KPH Perhutani Sumedang Rodiana Rahman, menyampaikan pertanyaan penting tentang rencana Mahorahora setelah mendapatkan gambaran kondisi pemanfaatan aren di wilayah Jatigede, terutama terkait dengan potensi di area Perhutani. Rodiana menekankan pentingnya langkah nyata untuk menindaklanjuti temuan lapangan ini.
“Kami membutuhkan masukan untuk manajemen KPH Sumedang. Hingga saat ini, kami hanya fokus pada tanaman produktif seperti pinus, dan belum pernah ada pendataan khusus untuk aren,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Slamet memberikan beberapa catatan awal berdasarkan hasil kunjungan ke lapangan. Pertama, produk gula aren yang dihasilkan warga Desa Cisampih memiliki kualitas yang sangat baik. Proses pengolahannya juga sudah terstandardisasi secara tradisional, dengan perhatian tinggi terhadap waktu dan kebersihan nira. Kedua, masyarakat desa telah terbiasa memanfaatkan tanaman aren untuk kebutuhan ekonomi tambahan. Aktivitas ini sudah berlangsung turun-temurun dan menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka. Ketiga, produk hasil olahan gula aren memiliki pasar yang stabil, dengan keberadaan penampung lokal yang mendukung ekosistem perdagangan di tingkat desa.
Namun, Slamet juga menyadari tantangan yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan program ini. Salah satunya adalah bagaimana menjaga harmoni sosial yang telah terbentuk. “Kami harus memastikan bahwa program yang dirancang tidak mengganggu mekanisme yang telah berjalan. Sebagai contoh, warga di sini sudah terbiasa menjual kepada penampung lokal. Jika kami memperkenalkan mekanisme baru, itu perlu disesuaikan agar tidak menimbulkan dampak negatif,” jelasnya secara lugas.
Langkah berikutnya, menurut Slamet, adalah mendiskusikan rencana internal secara lebih rinci. Setelah itu, hasil diskusi akan dibawa ke pihak Perhutani untuk merancang langkah strategis bersama. “Inventarisasi tanaman aren di kawasan Perhutani menjadi salah satu prioritas utama dalam rangka memanfaatkan potensi yang tersedia,” tambahnya.
Kunjungan ini menjadi awal yang menjanjikan dalam membangun kolaborasi antara KADIN RFBH, Mahorahora, dan Perhutani untuk memanfaatkan potensi tanaman aren sebagai sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat sekaligus mendukung pengelolaan sumber daya aren secara berkelanjutan, demi kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Dengan semangat kerja sama dan perhatian terhadap kebutuhan komunitas, kunjungan ini menjadi langkah menuju pengelolaan yang lebih holistik, selaras dengan nilai-nilai keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal. (*)