News

Penguatan Kapasitas SDM PBPH Workshop Multi Usaha Kehutanan untuk Perkuat Kapasitas SDM PBPH

Jakarta, Kadin RFBH – Kadin Indonesia melalui program Regenerative Forest Business Hub (RFBH) menyelenggarakan Workshop Multi Usaha Kehutanan (MUK) bertempat di Mercure Hotel, Gatot Subroto, Jakarta, pada 30 September 2024 silam. Acara ini diadakan untuk mendukung implementasi kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait Multi Usaha Kehutanan (MUK), yang telah menjadi kebijakan nasional sejak tahun 2022 melalui Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021. Workshop ini menjadi wadah peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan berbagai pihak terkait dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan MUK sebagai model bisnis baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pembicara seperti Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Silverius Oscar Unggul, Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan Bappenas, Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ, Ph.D, Direktur IHHP Kementerian Perdagangan, Dr.Setia Diarta, MT, Direktur Pengembangan Ekspor Produk Primer Kementerian Perdagangan, Dr. Miftah Farid, S.Tp. M.S.E, Dewan Pengurus APHI, Dr.Ir. Endro Siswoko, MM, IPU, Business Origination Officer DFCD, SNV, Iman Budi Utama, dan Director of Systemiq, Batari Saraswati.

MUK, kebijakan strategis pengelolaan hutan berkelanjutan
Transformasi pemanfaatan hutan dari yang semula berfokus pada kayu (timber-based) menuju Multi Usaha Kehutanan (non timber-based) menghadirkan paradigma baru dalam pemanfaatan hutan di Indonesia. Kebijakan ini memberikan peluang untuk memanfaatkan sumber daya alam hutan dengan cara yang lebih beragam, tidak hanya terbatas pada kayu, melainkan juga mencakup hasil hutan bukan kayu seperti agroforestri, ekowisata, pengelolaan air, jasa lingkungan, dan berbagai potensi lainnya.

Dalam sambutannya, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Silverius Oscar Unggul, menyatakan bahwa MUK memiliki potensi luar biasa bagi Indonesia, baik dari aspek ekonomi maupun lingkungan. “Multi Usaha Kehutanan ini adalah salah satu potensi Indonesia yang luar biasa. Proses-proses Multi Usaha Kehutanan dengan cara yang regeneratif, saya percaya, selain menguntungkan secara finansial, kita juga bisa menjadi bagian dari solusi global.” Tegas pria yang akrab dipanggil Onte ini dengan yakin.

MUK didukung oleh pemerintah. Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan di Bappenas, Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ, Ph.D, menekankan pentingnya MUK dalam konteks tantangan global saat ini, terutama terkait perubahan iklim dan hilangnya biodiversitas. “Bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Ada cerita tentang krisis iklim, ada polusi, ada biodiversity loss, dan sebagainya. Tantangan-tantangan ini sudah ada di depan mata. Multi Usaha Kehutanan ini adalah salah satu mekanisme yang sangat bisa mendorong terciptanya berbagai aktivitas untuk kegiatan bioekonomi baik tingkat lokal, nasional, maupun global,” jelasnya.

Ki-ka: Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan Bappenas, Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ, Ph.D, dan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Silverius Oscar Unggul.
Ki-ka: Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan Bappenas, Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ, Ph.D, dan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Silverius Oscar Unggul.

Sebagai bagian dari program jangka panjang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), MUK dijadikan salah satu pilot project yang diharapkan dapat memperkuat ketahanan lingkungan sekaligus mendorong perekonomian daerah-daerah yang berbasis hutan.

Baca Juga :  Kadin Gelar FGD Dukung Pemerintah Wujudkan Penurunan Emisi Karbon

Tantangan dalam Implementasi MUK
Namun, implementasi MUK di lapangan tidak selalu berjalan mulus. Anggota Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Dr. Ir. Endro Siswoko, MM, IPU, menekankan bahwa perubahan dari izin pemanfaatan kayu menjadi Multi Usaha Kehutanan membutuhkan pengetahuan dan kesiapan SDM yang mendalam.

“Multi Usaha Kehutanan awalnya tampak tidak mungkin, tetapi sekarang menjadi kenyataan. Dahulu, kami (PBPH) hanya memiliki satu izin, yaitu untuk kayu. Sekarang, dengan satu izin, kita bisa mengelola air, membangun ekowisata, dan mengembangkan hasil hutan bukan kayu serta berbagai budidaya lain di dalam hutan. Namun, apakah kita memiliki pengetahuan untuk menguasai semua itu? Sinergi dan kerja sama sangat diperlukan,” katanya.

Sementara dari sisi perdagangan, Direktur Pengembangan Ekspor Produk Primer di Kementerian Perdagangan, Dr. Miftah Farid, S.Tp., M.S.E, dalam paparannya yang diwakilkan oleh Irman Adi Purwanto dari Direktorat Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan, menyampaikan bahwa sebagai negara pengekspor produk perkebunan terbesar di dunia, nilai ekspor Indonesia mencapai 39 miliar USD dengan pangsa pasar lebih dari 7%. Kinerja ekspor perkebunan juga menunjukkan tren positif sebesar 4,7%. Negara tujuan ekspor terbesar Indonesia adalah Tiongkok, disusul India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Malaysia.

Di sisi lain Indonesia juga menghadapi tantangan. Saat ini tantangan terbesar yang dihadapi industri kehutanan saat ini adalah regulasi deforestasi yang diimplementasikan oleh Uni Eropa melalui European Union Deforestation Regulation (EUDR) dan Clean Wood Act yang akan diberlakukan oleh Jepang.    

“Dan baru-baru ini, kami mengadakan kegiatan di Tiongkok dalam pameran China-ASEAN Expo, di mana kami membahas green value chain yang akan diberlakukan oleh Tiongkok, agar kita siap menghadapi regulasi tersebut, mengingat Tiongkok adalah salah satu negara tujuan ekspor terbesar Indonesia,” jelas Irman.

Untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah telah melakukan berbagai langkah, termasuk memperkuat diplomasi perdagangan dengan negara-negara mitra dan memperkenalkan kebijakan insentif untuk mendorong ekspor komoditas kehutanan.

“Kementerian Perdagangan memiliki 46 perwakilan, yaitu atase perdagangan yang tersebar di seluruh dunia. Mereka berperan dalam diplomasi perdagangan, membuka akses pasar yang lebih luas, serta mengatasi berbagai hambatan yang diberlakukan oleh negara-negara tujuan ekspor. Ini tentu akan sangat membantu para eksportir dalam negeri. Kami juga tengah mempercepat pembangunan National Dashboard yang memuat data dan informasi terkait keberlanjutan. Tujuannya adalah untuk memperkuat posisi Indonesia di perdagangan global sekaligus mengatasi isu-isu lingkungan.”

Sementara itu terkait kebijakan insentif ekspor, Kementerian Perdagangan telah menyediakan beberapa fasilitas seperti pembiayaan ekspor, sertifikasi dan standar keberlanjutan, skema fasilitasi perdagangan, serta peningkatan kemampuan eksportir. Kementerian Perdagangan juga berkolaborasi dengan Lembaga-lembaga terkait, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Asuransi Ekspor Indonesia, serta lembaga sertifikasi khusus seperti HACCP dan FSC (Forest Stewardship Council).

Baca Juga :  Pendampingan Penyusunan Business Plan MUK PBPH
Irman Adi Purwanto, menyampaikan materi mewakili Direktur Pengembangan Ekspor Produk Primer Kementerian Perdagangan, Dr. Miftah Farid, S.Tp., M.S.E.
Irman Adi Purwanto, menyampaikan materi mewakili Direktur Pengembangan Ekspor Produk Primer Kementerian Perdagangan, Dr. Miftah Farid, S.Tp., M.S.E.

Potensi pasar komoditas MUK
Salah satu aspek penting dalam MUK adalah diversifikasi komoditas yang dihasilkan dari kawasan hutan. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan di Kementerian Perindustrian Dr. Setia Diarta, MT, menjelaskan bahwa hilirisasi produk kehutanan, perkebunan, dan pertanian menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. “Pertumbuhan industri hasil hutan dan perkebunan saat ini mencapai 1,7 persen. Kami tengah menyiapkan hilirisasi minyak atsiri, khususnya untuk bioaditif pada kendaraan bermotor,” ujar pria yang akrab dipanggil Tata ini.

Lebih lanjut Tata menjelaskan, bioaditif ini berfungsi sebagai tambahan pada bahan bakar. Berdasarkan uji kinerja, penggunaan bioaditif untuk biodiesel menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar bisa dihemat 5 %-13,8% untuk solar, dan 5%-21% untuk bensin. Selain itu, emisi gas buang dapat dikurangi. Oleh karenanya Kementerian Perindustrian terus mendorong kebijakan penggunaan bioaditif, terutama di sektor transportasi dan komersial.

Diarta menambahkan, dunia memiliki 97 jenis tanaman atsiri dan 40 diantaranya tumbuh di Indonesia.  Ada tujuh jenis minyak atsiri yang paling diminati pasar global adalah cengkeh, yaitu nilam, sariwangi, pala, kayu putih, akar wangi, dan gaharu.

“Dengan upaya hilirisasi atsiri sebagai bioaditif untuk kendaraan bermotor, kami yakin industri minyak atsiri dapat berkembang lebih baik lagi. Ini adalah peluang besar bagi kita,” paparnya. Selain itu, Indonesia juga berpotensi besar dalam hilirisasi komoditas seperti kakao dan sawit, yang memainkan peran penting dalam meningkatkan perekonomian nasional.

Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan di Kementerian Perindustrian Dr. Setia Diarta, MT
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan di Kementerian Perindustrian Dr. Setia Diarta, MT

Director of Systemiq Batari Saraswati, menyampaikan hasil pertemuan yang dilakukannya dengan PBPH, intermediary buyers, dan end buyers dari berbagai sektor untuk melakukan validasi dari perspektif agroforestri dan mendapatkan konfirmasi akhir mengenai sinyal pasar dari para pembeli. Menurut Batari, lebih dari 80% pembeli yang ditemui tertarik dengan komoditas atau produk-produk yang terkait dengan konsep regeneratif.

“Kami bertemu dengan perusahaan multinasional dari berbagai sektor seperti makanan, pengolahan kopi, cokelat, kosmetik, farmasi, dan jasa ekosistem. Mengapa perusahaan multinasional? Karena mereka terekspos pada pasar global, yang berarti mereka juga harus mengikuti regulasi dan sertifikasi internasional,” tambahnya.

Beberapa komoditas yang paling banyak diminati oleh pembeli adalah kopi (robusta dan arabika), kakao, arenga, vanili, tengkawang, jasa ekosistem, dan nilam. Batari menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan pembeli akhir yang tertarik pada produk regeneratif ini umumnya memiliki target keberlanjutan, net zero, dan program regeneratif yang sudah ada untuk mempertahankan pasokan bahan baku yang mereka butuhkan.

“Motivasi utama mereka adalah untuk mengamankan pasokan jangka panjang. Contohnya, pasokan kakao yang semakin sulit dan harganya melonjak tinggi, mendorong mereka untuk mempertimbangkan keterlibatan di sektor hulu,” jelasnya.

Selama proses penanaman, para pembeli siap memberikan dukungan teknis seperti informasi terkait kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan, pelatihan (capacity building), serta penyediaan bibit dan pupuk.

Ki-Ka: Business Origination Officer dari DFCD (Dutch Fund for Climate and Development) Iman Budi Utama, Forestry Expert Herryadi, dan Director of Systemiq Batari Saraswati
Ki-Ka: Business Origination Officer dari DFCD (Dutch Fund for Climate and Development) Iman Budi Utama, Forestry Expert Herryadi, dan Director of Systemiq Batari Saraswati

Skema pendanaan MUK
Selain aspek pasar, dukungan finansial juga menjadi bagian penting dari keberhasilan MUK. Business Origination Officer dari DFCD (Dutch Fund for Climate and Development) Iman Budi Utama, memberikan bocoran beberapa skema pendanaan yang tersedia bagi PBPH untuk mendukung implementasi MUK. DFCD bekerja sama dengan SNV dalam menyediakan fasilitas finansial bagi perusahaan yang bergerak dalam sektor kehutanan dan pengelolaan sumber daya alam, khususnya yang berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.

Baca Juga :  Indonesia Bioeconomy Initiative Workshop: Mendorong Bioekonomi untuk Masa Depan Berkelanjutan

Hibah yang diberikan oleh DFCD bisa mencapai 100 ribu hingga 500 ribu Euro, yang dapat menanggung hingga 70% dari biaya tahap awal untuk menciptakan investasi yang layak. Hibah ini tidak bisa digunakan untuk capital expenditure (capex), tetapi bisa untuk berbagai macam studi, seperti market intelligence, R&D, dan feasibility study. Selain hibah, DFCD juga menawarkan technical assistance yang lebih fleksibel.

“Bantuan teknis ini bisa mencakup pelatihan menanam kakao, membentuk kelompok-kelompok masyarakat, community engagement, atau pelatihan sertifikasi, terutama terkait isu-isu seperti EUDR dan keberlanjutan (sustainability),” tambahnya. Setelah melalui fase hibah, proyek diharapkan menjadi layak untuk dibiayai oleh bank (bankable) dan ditawarkan ke berbagai bank.

DFCD sudah bergerak sejak tahun 2019. Pada fase kedua di tahun 2024, pendanaan yang tersedia mencapai 500 juta Euro, dengan pendanaan untuk origination berkisar antara 30 hingga 70 juta Euro. DFCD aktif di Afrika dan Asia, dengan fokus utama pada sektor pertanian (agriculture) dan agroforestri. Perusahaan-perusahaan yang bisa mendapatkan pendanaan DFCD. harus berasal dari negara-negara yang ada di daftar DFCD, khususnya di Afrika dan Asia.

“Tujuan utama DFCD adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tahan terhadap perubahan iklim di negara berkembang, termasuk Indonesia. Untuk mencapai itu, kami memperkuat kesehatan ekosistem, membangun ekosistem yang tangguh terhadap perubahan iklim, menyediakan sumber air dan sanitasi yang climate-resilient, serta meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tempat kami bekerja,” tambahnya.

Harapan pada MUK
Workshop ini menghasilkan diskusi yang mendalam dan komprehensif mengenai berbagai aspek terkait MUK, mulai dari kebijakan, tantangan di lapangan, hingga peluang bisnis dan pendanaan. Kadin RFBH berharap, dengan adanya peningkatan kapasitas SDM melalui workshop seperti ini, PBPH dan para pemangku kepentingan lainnya dapat lebih siap dalam mengadopsi model bisnis MUK secara berkelanjutan.

Dengan beragam dukungan dari pemerintah, dunia usaha, dan lembaga keuangan, diharapkan MUK dapat menjadi salah satu solusi inovatif yang membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Melalui MUK ini, Kadin RFBH telah menunjukkan komitmen kuatnya dalam mendukung transformasi sektor kehutanan Indonesia. Sinergi antara para pemangku kepentingan adalah kunci untuk mewujudkan hutan yang lestari dan produktif, dengan MUK sebagai platform yang dapat mengintegrasikan berbagai potensi usaha kehutanan demi masa depan yang lebih hijau. (*)

Share this

Related Posts